Tanah Datar | Wartawan (jurnalist) merupakan pekerjaan yang mulia, sebagai corongnya Pemerintahan penyampai aspirasi masyarakat kepada Pemerintah dan juga kontrol sosial bahkan wartawan merupakan pilar ke empat Demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam melaksanakan tugasnya wartawan banyak menempuh resiko baik itu pengancaman, penganiayaan, bahkan sampai ada wartawan yang dibunuh.
Bahkan di Kabupaten Tanah Datar, entah kenapa wartawan sesama wartawan saling serang dan bahkan saling berupaya untuk memasukan rekan se profesinya ke dalam bui (penjara).
Seorang wartawan Tanah Datar aktif saat ini terjeret dengan kasus remeh temeh beberapa waktu lalu dan masuk bui.
Bahkan masuknya salah seorang wartawan dalam tahanan Polres Tanah Datar yang dititipkan Kejaksaan, menjadi tanda tanya besar dibenak penulis, disebabkan hanya karena kasus remeh temeh. Dalam menyikapi persoalan ini aparat penegak hukum sampai saat ini belum terketuk hatinya, menyikapi surat penangguhan penahanan atau tahanan kota terhadap wartawan yang juga pimpinan redaksi salah satu media online ternama di Sumatera Barat.
Berbicara ego diri mau dibawa kemana, tidakkah kita tersentak kalau kita punya rumah yang sama( wartawan), minum kopi pahit bersama, bahkan rokokpun kadang kala sering kita besama, mencari berita pergi bersama-sama, kadang kala kehujanan dan kemalaman sekarang dimana letak hati kita, kenapa hilang dan tidak ada tersisa ruang di hati kita kalau kita satu rasa, satu nasib bahkan satu tujuan.
penulis tidak bisa berbuat banyak, akan tetapi terpanggil dari jiwa yang dalam akan ke prihatinan saudaraku se profesi, beda pendapat itu wajar, berdebat itu biasa tapi yang luar biasa kenapa sikap dan ego mengalahkan hati nurani kita. Sadarilah wahai rekan-rekanku tidak selamanya ego dan rasa ingin mengalahkan seseorang akan membuat hati tenang dan dihargai orang, jiwa yang bersih saling memaafkan dan tidak saling menjatuhkan adalah inti dari persaudaraan itu.
Kalau kita memang menggangap kita satu profesi dan tujuan yang sama kenapa iri, dengki dan saling tikung menikung diantara kita dipupuk seakan akan sudah mendarah daging diantara kita jurnalist di tanah datar ini.
Kalau profesi kita ingin dihormati dan dihargai orang tentu kita harus menjaga marwah dan jati diri jurnalist tanah datar, yang dapat dilihat dari tabiat dan prilaku dan pola- tindak tanduk yang dapat dilihat dari semua sisi keperibadian kita.
memang kita tidak ada yang sempurna, baik dari sisi manapun karena kesempurnaan itu hanya milik Allah, tetapi sadarilah wahai saudaraku se profesi bagaimanapun kita hebat menurut kita hari ini, waktu punya masanya dan masa punya orangnya.
lihatlah dulu bagaimana kita tertawa bersama, makan rujak ditusuk lidi disenja hari diatas trotoar dijantung kota batusangkar, walau hanya makan rujak tapi ketika itu kita menemukan rasa persaudaraan begitu dalam, kemana rasa itu kini...?
kalau kita menyadari bahwa kita satu rasa dan satu saudara kenapa hal- hal yang bisa kita selesaikan bersama kenapa harus berlanjut ke ranah hukum, ibarat kita satu tubuh, kalau gigi sakit badan yang lain akan ikut sakit, tunjukkanlah jiwa solidaritas sesama kita se profesi, kenapa sulit menimbulkan ini dijiwa kita wahai para jurnalis Luhak Nan Tuo.
Ingatlah dan sadarilah wahai rekanku se profesi bukalah diri, tanya hati introspeksi diri siapa kita, apa tujuan dan harapan kita yang sama- sama punya kartu pers ditanah datar, mencari kawankah atau mencari lawan atau ingin membunuh kawan, Tanya hati kita, jawab sendiri!!!!!
Saling mengingatkan, saling berbagi dan saling merangkul itulah inti persaudaraan sebenarnya. Wahai jurnalis Tanah Datar saatnya kita bergandeng tangan ,saling rangkul, tunjukkan dan lihatkanlah jiwa korsa kita agar semua orang bisa melihat siapa kita dan menghargai kita.
Hilangkan perbedaan, media apa, organisasi apa dan perbedaan lainya, intinya "KITA SATU".
Tetap jaga hati, Jalin persaudaraan.
Salam satu pena✍️✍️✍️
Oleh: Bonar Surya Winata.S.sos | Ketua DPC KWRI Tanah Datar
0 Komentar